Begitulah kisah turun temurun di balik kawasan wisata Gua Mampu di Desa Cabbeng, Kecamatan Duaboccoe, sekitar 60 kilometer dari Kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Di musim liburan, Gua Mampu ramai dikunjungi wisatawan yang ingin melihat keindahan perut bumi.
Kepala Desa Cabbeng, M. Yasin, Jumat, (22/6/2012), menuturkan, sang raja termakan sumpahnya sendiri. Ceritanya, suatu hari alat tenun anak gadis raja terjatuh ke tanah. Alat tenun itu disebut "Walida". Raja berkata, siapapun yang bisa mengambilkan alat tenun itu makan akan dinikahkan dengan putrinya.
"Ternyata yang berhasil mengambil walida adalah anjing piaraan anak gadis raja itu. Raja tak bisa menarik sumpahnya. Ia marah dan mengutuk seluruh kampung menjadi batu," papar Yasin.
Mereka yang ingin memasuki gua, harus membawa obor sebagai alat penerangan. Di dalam gua gelap. Tidak ada lampu. Sejak di mulut gua para pengunjung disuguhi pemandangan stalagtit dan stalagnit. Beberapa stalagtit dan stalagnit tampak begitu besar menyerupai sosok manusia. Gelap dan sunyinya perut gua membawa kesan mistis. Ada dua kuburan kuno di dalam gua itu. Satu kuburan terletak di tengah gua, sedang satu lagi terletak di puncak di lantai ketujuh.
Ada banyak bebatuan berbentuk mirip makhluk hidup seperti kuda yang sedang berlari, buaya, tikus dan banyak lagi. Selain itu, di dalam goa ini juga ada batu yang berbentuk seperti perahu serta hamparan sawah. Aneka batu yang bertebaran di dalam gua mengesankan diorama sebuah perkampungan. Burung walet dan kelelawar tampak terbang dan diam di langit-langit gua.
Selain menjadi objek wisata, banyak juga warga yang datang ke gua itu untuk berziarah ke kedua kuburan kuno sambil bernazar. "Saya datang kesini mau bernazar supaya sukes di perantauan," ujar Syarif salah seorang pengunjung.
Gua yang masih alami ini hingga kini masih dikelola secara mandiri oleh warga setempat.
0 komentar :
Posting Komentar